Rabu, 29 Juni 2011

ILMU TAJWID

BAB I
HUKUM HURUF RO’

            Hukum yang ada pada huruf Ro’ ada 3 macam yaitu :
A. Tafkhim تَفْخِيْم ( Tebal )
Ro’ Tafkhim  terdapat pada beberapa hal yaitu :
1. Ro’ yang berharokat fathah. Contoh : رَسُوْلٌ
2. Ro’ yang berharokat Dhommah. Contoh : رُزِقْنَا
3. Ro’ sukun yang didahului oleh huruf yang berharokat Fathah. Contoh : مَرْضِيَّةٌ
4. Ro’ sukun yang didahului oleh huruf yang berharokat Dhommah. Contoh : تُرْحَمُوْنَ
5. Ro’ sukun yang didahului oleh huruf yang berharokat Kasroh sedangkan kasroh tersebut tidak asli. Contoh : اِرْجِعِيْ
6. Ro’ sukun yang didahului oleh huruf yang berharokat Kasroh sedangkan kasroh tersebut asli tetapi setelah Ro’ terdapat salah satu dari huruf ISTI’LA’.
HURUF ISTI’LA’ :
Isti’la’ disebut juga Irtifa’ (tinggi) atau Tsiqol (sulit). Karena sulit dikeluarkan.
Yaitu huruf hijaiyyah yang cara membacanya seperti huruf “O” pada abjad Indonesia.
Huruf huruf Isti’la’ tersebut ialah : {   خ  ص  ض  غ  ط  ق  ظ   }
Contoh  dari hukum Ro’ ini : مِرْصَادٌ, فِرْقَةٌ, قِرْطَاسٌ


B. Tarqiq تَرْقِيْق ( Tipis)
Ro’ Tarqiq  terdapat pada beberapa hal yaitu :
1. Ro’ yang berharokat Kasroh.Contoh :وَ أَرِنَا
2. Ro’ yang terletak setelah Ya’ sukun.Contoh : قَدِيْرٌ
3. Ro’ sukun yang didahului oleh huruf yang berharokat Kasroh sedangkan kasroh tersebut asli tetapi setelah Ro’ tidak terdapat huruf ISTI’LA’. Contoh :فِرْعَوْنَ
C. Boleh Keduanya جَوَاز الْوَجْهَيْن (Tafkhim atau Tarqiq)
Ro’ yang boleh dibaca Tafkhim atau Tarqiq adalah Ro’ sukun yang didahului oleh huruf yang berharokat Kasroh tetapi setelah Ro’ terdapat huruf ISTI’LA’ yang berharokat Kasroh.
Contoh :مِنْ عِرْضِهِ, بِحِرْصٍ











BAB II

HUKUM MAD

 

Hukum Madd dibagi 2 yaitu :

A. Madd Thobi’i (Asli) مَدّ طَبِيْعِيّ

Panjang bacaan Madd Thobi’I adalah 2 harokat.

Madd Thobi’I terjadi apabila terdapat :

1. Huruf Alif didahului oleh huruf yang berharokat Fathah (A). Contoh : رَبَّنَا

2. Huruf Ya’ didahului oleh huruf yang berharokat Kasroh (I). Contoh : فِيْهِ

3. Huruf Wau didahului oleh huruf yang berharokat Dhommah (U). Contoh : قُوْلُوْا

B. Madd Far’i (Cabang) مَدّ فَرْعِيّ

Madd Far’i macamnya ada banyak yaitu :

1. Madd Wajib Muttashil مَدّ وَجِب مُتَّصِل

Yaitu apabila ada madd thobi’i bertemu dengan Hamzah di dalam satu kata.

Contoh : سَوَاءٌ, جَاءَ, وَرَاءَ .Panjang dari madd Wajib Muttashil adalah 5 harokat.

2. Madd Jaiz Munfashil مَدّ جَاءِز مُنْفَصِل

Yaitu apabila ada madd thobi’i bertemu dengan Hamzah di 2 kata yang berbeda.

Contoh : يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ, وَمَا أَنْزَلْنَا, قُوْ أَنْفُسَكُمْ.

Madd Jaiz Munfashil boleh dibaca dengan 3 cara :

a. Secara Cepat yaitu 2 harokat

b. Secara Sedang yaitu 4 harokat

c. Secara Tajwid yaitu 5 harokat

3. Madd Aridh Lissukun مَدّ عَارِض لِلسُّكُوْنِ

Yaitu apabila ada waqof (berhenti) diakhir kata sedangkan sebelum huruf yang waqof adalah Madd Thobi’i atau Lin.

Contoh : فِيْهَا خَالِدُوْنَ ., سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ ., لاَ رَيْبَ ’

Madd Aridh Lissukun boleh dibaca dengan 3 cara :

a. Secara Pendek yaitu 2 harokat

b. Secara Sedang yaitu 4 harokat

c. Secara Panjang yaitu 6 harokat

4. Madd Badal .مَدّ بَدَل

Yaitu apabila ada huruf Madd (Alif, ya’, wau) terletak setelah huruf Hamzah.

Contoh : آمَنَّا, إِيْمَان, أُوْتِيَ. Panjang dari Madd Badal adalah 2 harokat.

5. Madd Iwadh مَدّ عِوَضٌ

Yaitu apabila ada Waqof (berhenti) yang terjadi pada huruf yang berFathatain (2 fathah).

Contoh : عَلِيْمًا حَكِيْمًا ,عُلُوًّا كَبِيْرًا ,سَمِيْعًا بَصِيْرًا . Panjang dari Madd Iwadh adalah 2 harokat.

6. Madd Lazim Mutsaqqol Kilmi مَدّ لاَزِم مُثَقّ كِلْمِيّ

Yaitu apabila ada Madd Thobi’i bertemu dengan huruf berTasydid didadalam 1 kata.

Contoh : وَلاَ الضَّالِّيْنَ ,الطَّامَّةُ. Panjang dari Madd Lazim Mutsaqqol Qilmi adalah 6 harokat.

7. Madd Lazim Mukhoffaf Kilmi. مَدّ لاَزِم مُخَفَّف كِلْمِيّ

Yaitu apabila ada huruf Madd yang bertemu dengan huruf sukun didadalam 1 kata.

Contoh : آ ْلآنَ. Panjang dari Madd Lazim Mukhoffaf Kilmi adalah 6 harokat.

8. Madd Lazim Mukhoffaf Harfi .مَدّ لاَزِم مُخَفَّف حَرْفِيّ

Yaitu apabila pada awal suatu surat terdapat salah satu huruf atau lebih yang tergabung dalam kalimat : {  حَيٌّ طَهُرَ  }

Contoh : يس , طه. Panjang dari Madd Lazim Mukhoffaf Harfi adalah 2 harokat.

9. Madd Lazim Harfi Musyabba’. مَدّ لاَزِم حَرْفِي مُشَبَّع

Yaitu apabila pada awal suatu surat terdapat salah satu huruf atau lebih yang tergabung dalam kalimat : {  نَقَصَ عَسَلُكُمْ  }

Madd Lazim Harfi Musyabba’ ada 2 macam yaitu :

a. Mutsaqqol yaitu apabila terjadi Idghom antara 2 huruf madd tersebut.

Contoh : الم

b. Mukhoffaf yaitu apabila tidak terjadi Idghom antara 2 huruf madd tersebut.

Contoh : ص, ن, ق. Panjang dari Madd Lazim Harfi Musyabba’ adalah 6 harokat.

10. Madd Lin مَدّ لِيْن

Yaitu apabila ada Ya’ sukun atau Wau sukun setelah Fathah.

Contoh : لصَّيْف, خَوْفٌ

11. Madd Shilah Qoshiroh مَدّ صِلَة قَصِيْرَة

Yaitu apabila ada Ha’ Dhomir terletak setelah huruf yang berharokat (hidup).

Contoh : إِنَّهُ , منْ عِرْضِهِ , رِزْقُهُ. Panjang dari Madd Shilah Qoshiroh adalah 2 harokat.

12. Madd Shilah Thowilah مَدّ صِلَة طَوِيْلَة

Yaitu Madd Shilah Qoshiroh yang bertemu dengan Hamzah Qoth’i (terpotong / tidak menyambung).

Contoh : مَا لَهُ أَخْلَدَهُ. Panjang dari Madd Shilah Thowilah adalah seperti Mad Jaiz Munfashil.

13. Madd Farq مَدّ فَرْق

Yaitu Madd yang digunakan untuk membedakan antara pertanyaan dan pernyataan. Sedangkan Madd ini sendiri adalah pertanyaan. Madd Farq hanya ada pada beberapa tempat didalam al-qur’an. Contohnya seperti lafadz ALLAH dibawah ini : قُلْ آ للَّهُ أَذِنَ لَكُمْ, آ للَّهُ خَيْرٌ أَمّاَ يُشْرِكُوْن

14. Mad Tamkin مَدّ تَمْكِيْن

Yaitu apabila terdapat huruf Ya’ sukun setelah huruf Ya’ berTasydid dan berharokat Kasroh.

Contoh : حُيِّيْتُمْ, كُوْنُوْا رَبَّانِيِّيْنَ Panjang dari Mad Tamkin adalah 2 harokat.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

QOLQOLAH

 

            Yang dimaksud dengan Qolqolah adalah menekankan suara  didalam mengucapkan huruf yang sukun. Huruf Qolqolah ada 5 yaitu :

{   ق  ط  ب  ج  د  }

Qolqolah dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Sughro قَلْقَلَة صُغْرَى

Yaitu Qolqolah yang huruf sukunnya asli tanpa ada sebab.

Contoh : إِبْرَاهِيْمَ – يَقْطَعُوْنَ - أُقْسِمُ

2. Kubro قَلْقَلَة كُبْرَى

Yaitu Qolqolah yang huruf sukunnya disebabkan oleh adanya Waqof (pemberhentian).

Contoh : ذَاتِ الْبُرُوْجْ - حَمِيْدٌ مَجِيْدْ - إِلَيْهِ مَآبْ .


Selasa, 28 Juni 2011

DIKSI DAN GAYA BAHASA


BAB I
DIKSI

A. PILIHAN KATA
      Pengertian diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan kepada kita tentang pemakaian kat-kata. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang diperlukan
      Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.
      Hal yang utama mengenai diksi adalah
1.Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
2.Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari suatu gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kekompok masyarakat pendengar.
3.Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau pembendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.
B. KATA – KATA ILMIAH
      Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu saja sudah sangat sering mendengar kata ilmiah. Kata ilmiah seringkali dihubungkan dengan bidang pendidikan atau hal-hal yang berbau ilmu pengetahuan.
      Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, kata ilmiah memiliki arti bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan; memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Namun, pengertian dari kata ilmiah itu sendiri tidak lantas menjelaskan keilmiahan dari sebuah karya atau kegiatan yang bersifat ilmiah. Untuk mengukur keilmiahan suatu karya atau kegiatan perlu ada tolok ukur.
C. PEMBENTUKAN ISTILAH DAN DEFINISI
      Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambang dan yang dengan cermat mengungkpakan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Syarat istilah yang baik :
1. Paling tepat mengungkapkan konsep yang dimaksud
2. Paling singkat di antara pilihan yang ada
3. Bernilai rasa (konotasi) baik
4. Sedap di dengar (eufonik)
5. Bentuknya seturut kaidah bahasa Indonesia.
      Yang perlu disoroti dalam bab ini adalah bahwa dalam membuat suatu definisi atau batasan pengertian yang baik harus mendasarkan pada teknik peraturan perundangundangan dan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
     


Secara umum, definisi dibagi menjadi dua bagian
1. Definisi nominal (suatu persamaan kata yang tepat digunakan)
      Definisi nominal digunakan untuk hal-hal yang sifatnya praktis dengan tujuan mempermudah pemahaman. Ada beberapa macam definisi nominal, misalnya, sinonim atau persamaan makna, definisi kamus atau penunjukan klas terhadap suatu benda atau barang, etimologi kata atau penggunaan kata asing yang memerlukan penjelasan yang tepat dan persis dalam bahasa Indonesia, stipulatif atau suatu batasan kata yang tidak ditafsirkan lain (misalnya Menteri adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia), dan antonim atau penyangkalan (misalnya orang mati adalah orang yang tidak hidup).
Khusus untuk etimologi kata, kita harus mengartikan suatu kata asing sesuai dengan asal kata asingnya. Pengertian “yurisdiksi” misalnya, yang terdiri dari juris (jus) = hukum dan diksi (dicere) = berkata, dapat diartikan orang tidak boleh bicara di sini melainkan di tempat lain, yang mengandung maksud lingkup kuasa pengadilan, atau lingkungan hak dan kewajiban serta tanggung jawab di suatu wilayah, atau lingkungan kerja tertentu.
2. Definisi formal (definisi logis atau ilmiah).
      Definisi formal yang juga disebut sebagai definisi logis atau ilmiah yang sebagian besar digunakan dalam membuat batasan atau pengertian dalam peraturan perundangundangan, dalam pembuatannya perlu memperhatikan syaratsyarat di bawah ini :
1) Ekuivalen
Definisi yang dibuat harus dapat diuji melalui konverbilitas atau dapat dipertukarkan satu sama lain antara yang didefinisikan (definiendum) dan yang mendefinisikan (definiens). A = B dan B = A. Jika A dan B dapat dibuktikan sama dan dapat dipertukarkan, maka ini merupakan definisi yang baik. Jika tidak dapat dipertukarkan, maka definisi tersebut hanya merupakan pernyataan. Contoh : Nenas adalah buah yang rasanya asam. Jika dibalik atau dipertukarkan, maka berbunyi: Buah yang rasanya asam adalah nenas. Apakah secara logika definisi ini betul? Jika tidak, maka contoh di atas hanya merupakan pernyataan.
2) Paralel
Dalam membuat suatu definisi, hindarkan adanya penggunaan katakata dalam definiens, misalnya kata atau frasa: jika, apabila, kalau, jikalau, di mana, untuk apa, kepada siapa, dll. karena definiens dapat mengandung syarat atau pengandaian yang dapat menimbulkan ketidakpastian definisi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kepastian hukum.
3) Pengulangan Kata Definiens
Hindari adanya pengulangan kata yang sama yang ada dalam definiendum. Misalnya, Ilmu Hukum, kata “ilmu” dan “hukum” harus didefinisikan sebagai “Pengetahuan mengenai normanorma yang mengatur tingkah laku yang disusun berdasarkan sistimatika yang teratur”. Jadi bukan “Ilmu yang mempelajari tentang hukum”
Definisi “sosiologi”, misalnya, kurang baik jika logi tidak didefinisikan atau Definisi kadangkadang logi dipadankan dengan kata “ilmu”. Jadi logi atau ilmu harus pula didefinisikan.
4) Negatif
 Hindari adanya definiens yang negatif, dalam arti menggunakan kata seperti: bukan, tidak, non, dslb., kecuali terhadap klasklas yang mempunyai sifat dekotomi atau yang disangkal ciri deferensialnya dan bukan anggotanya.
Kurang benar jika kita mengatakan bahwa “Manusia adalah bukan binatang”. Bandingkan jika ada definisi yang menyatakan bahwa “Yatim Piatu adalah seorang anak yang tidak mempunyai ayah dan ibu”. Contoh terakhir ini salah satu pengecualian penyangkalan ciri deferensialnya dan hal ini tidak bisa dihindari untuk tidak menggunakan kata negatif.
Sebagai pedoman yang terpenting dalam pembentukan definisi adalah bahwa dalam mendefinisikan suatu kata yang akan dibatasi, hindari adanya definisi yang berjejal atau definisi yang di dalamnya mengandung norma.
Contoh : Bus adalah kendaraan umum yang mempunyai paling sedikit enam roda dan dalam kendaraan harus disediakan oleh karoseri atau pembuat kendaraan bus sebanyak dua puluh empat tempat duduk, termasuk tempat duduk pengemudi.
Kata “harus” yang ditujukan kepada karoseri di atas adalah suatu norma. Jadi, jika ada suruhan kepada seseorang atau warga, maka suruhan tersebut harus dituangkan dalam materi yang diatur, bukan di dalam batasan pengertian atau definisi
D. KATA SERAPAN
      Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah diintegrasikan ke dalam suatu bahasa dan diterima pemakaiannya secara umum.
Contoh kata serapan dalam bahasa Indonesia adalah:
• tetapi (dari bahasa Sansekerta tathâpi: namun itulah)
• mungkin (dari bahasa Arab mumkinun: ?)
• meski (dari bahasa Portugis mas que: walau)
Penyerapan kata dari bahasa Cina sampai sekarang masih terjadi di bidang pariboga termasuk bahasa Jepang yang agaknya juga potensial menjadi sumber penyerapan.
      Di antara penutur bahasa Indonesia beranggapan bahwa bahasa Sanskerta yang sudah ’mati’ itu merupakan sesuatu yang bernilai tinggi dan klasik. Alasan itulah yang menjadi pendorong penghidupan kembali bahasa tersebut. Kata – kata Sanskerta sering diserap dari sumber yang tidak langsung, yaitu Jawa Kuna. Sistem morfologi bahasa Jawa Kuna lebih dekat kepada bahasa Melayu. Kata – kata yang berasal dari bahasa Sanskerta-Jawa Kuna misalnya acara, bahtera, cakrawala, darma, gapura, jaksa, kerja, lambat, menteri, perkasa, sangsi, tatkala, dan wanita.
      Bahasa Arab menjadi sumber serapan ungkapan, terutama dalam bidang agama Islam. Kata rela (senang hati) dan korban (yang menderita akibat suatu kejadian), misalnya, yang sudah disesuaikan lafalnya ke dalam bahasa Melayu pada zamannya dan yang kemudian juga mengalami pergeseran makna, masing-masing adalah kata yang seasal dengan rida (perkenan) dan kurban (persembahan kepada Tuhan). Dua kata terakhir berkaitan dengan konsep keagamaan. Ia umumnya dipelihara betul sehingga makna (kadang-kadang juga bentuknya) cenderung tidak mengalami perubahan.
      Sebelum Ch. A. van Ophuijsen menerbitkan sistem ejaan untuk bahasa Melayu pada tahun 1910, cara menulis tidak menjadi pertimbangan penyesuaiankata serapan . Umumnya kata serapan disesuaikan pada lafalnya saja.
      Meski kontak budaya dengan penutur bahasa – bahasa itu berkesan silih berganti, proses penyerapan itu ada kalanya pada kurun waktu yang tmpang tindih sehingga orang-orang dapat mengenali suatu kata serapan berasal dari bahasa yang mereka kenal saja, misalnya pompa dan kapten sebagai serapan dari bahasa Portugis, Belanda, atau Inggris. Kata alkohol yang sebenar asalnya dari bahasa Arab, tetapi sebagian besar orang agaknya mengenal kata itu berasal dari nahasa Belanda.
      Kata serapan dari bahasa Inggris ke dalam kosa kata Indonesia umumnya terjadi pada zaman kemerdekaan Indonesia, namun ada juga kata – kata Inggris yang sudah dikenal, diserap, dan disesuaikan pelafalannya ke dalam bahasa Melayu sejak zaman Belanda yang pada saat Inggris berkoloni di Indonesia antara masa kolonialisme Belanda. Kata –kata itu seperti kalar, sepanar, dan wesket. Juga badminton, kiper, gol, bridge.
Sesudah Indonesia merdeka, pengaruh bahasa Belanda mula surut sehingga kata – kata serapan yang sebetulnya berasal dari bahasa Belanda sumbernya tidak disadari betul. Bahkan sampai dengan sekarang yang lebih dikenal adalah bahasa Inggris.

E. HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI PILIHAN KATA
 1. Sebelum menentukan pilihan kata, penulis harus memperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna.
2. Makna sebuah kata atau sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu:

a. Makna Leksikal dan makna Gramatikal
b. Makna Referensial dan Nonreferensial
c. Makna Denotatif dan Konotatif
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
e. Makna Kata dan Makna Istilah
f. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
g. Makna Kias dan Lugas
3. Relasi adalah hubungan makna yang menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi) dan sebagainya.
• Adapun relasi makna terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
a. Kesamaan Makna (Sinonim)
b. Kebalikan Makna (Antonim)
c. Kegandaan Makna (Polisemi dan Ambiguitas)
d. Ketercakupan Makna (Hiponimi)
e. Kelebihan Makna (Redundansi)
Agar usaha mendayagunakan teknik penceritaan yang menarik lewat pilihan kata maka diksi yang baik harus:
- Tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan atau hal yang ‘diamanatkan’
- Diperlukan kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembacanya.
- Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya mungkin kalau penulis dan pengarang menguasai sejumlah kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat bahasanya, serta mampu menggerakkan dan mendayagunakan kekayaannya itu menjadi jarring-jaring kalimat yang jelas dan efektif.
      Contoh Diksi dalam Iklan :
- Anda Pernah dengar ”Kalimat Sejuta Umat” ?
- ”Kalimat Sejuta Umat” juga berarti suatu trademark yang dikeluarkan oleh suatu individu, yang pada akhirnya diikuti oleh individu atau kelompok lain.
- ”Kalimat Sejuta Umat” tidak sama dengan kutipan atau Quote, meski adakalanya sejenis.
- ”Kalimat Sejuta Umat” ada karena wabah dan tren yang terjadi sehingga dalam segelintir kasus, penyebarnya seringkali anonymous.
- Bahkan dapat dibilang bahwa kata-kata tersebut beredar dalam kelas sosial tertentu dengan intensitas yang tinggi, bisa jadi karena tren semusim, yang besok-besok mungkin sudah tersapu oleh waktu.
- Susunan kata-katapun seperti itu pun ada yang bertolak menjadi sebuah mainstream.

      Fakta yang ada di sekitar lingkungan kita adalah :
“Aku suka kamu !
Aku Cinta banget sama kamu !
Mau nggak kamu jadi pacar aku ?!
Soal aku jatuh hati banget sama kamu !”
• Adalah kalimat yang sering dilontarkan oleh remaja-remaja yang sedang mabuk kepayang. Biasanya diucapkan di berbagai reality show sejenis, atau malah hanya ketika seorang Adam “menembak jatuh” seorang Hawa.
• Ah, ada kalanya juga kombinasi kalimat ini disertai dengan puisi atau 99 tangkai mawar.
“Aku mau bunuh diri aja !”
“Aku mau kabur dari rumah saja !”
• Kalau kalimat model ini sering diucapkan di sinetron-sinetron tak kala seorang individu berusaha untuk memaksakan pendapatnya melalui cara yang tidak berperikemanusiaan.
• Alasannya mungkin karena dunia atau Tuhan yang dianggap tidak adil, atau hanya karena perlakuan orang lain tidak sesuai kepada dirinya, atau karena memasang harga diri terlalu tinggi.
• Tapi akhir – akhir ini sering diterapkan oleh segelintir manusia di dunia nyata.
“Kami berada di jalan Allah ! Allahuakbar !“
• Merasa organisasi Anda berada dalam jalan yang paling nomor satu ? Gunakan ini.
• Kadang kala pas apabila formatnya sbb:
“[Nama aliran] itu sungguh berada dalam jalan yang sesat !!!”
(juga dimasukkan, demi menambah bumbu kerusakan)
“Hanya kami yang bisa begini“
• Sebenarnya mirip seperti penjual nama organisasi di atas, hanya saja yang dijualnya itu sebuah produk.
“*Sesuai dengan Ketentuan yang berlaku.”
“*Rules may Apply”
“*Syarat dan Ketentuan Berlaku”
• Adalah kalimat sakit mandraguna yang akan dipakai oleh orangorang ketika mereka sedang menggembar – gemborkan produk mereka.
“Hanya 1 Rupiah !!!!”
• diikuti tanda bintang mungkin adalah jurus yang diharapkan dapat membuat mangsa tertipu.
Parahnya lagi, Pemerintah pun ikut2an latah:
“Merokok dapat Menyebabkan Kanker, Serangan Jantung, Impotensi, dan Gangguan Kehamilan dan Janin“
• Ini adalah suatu kalimat yang tadinya diharapkan oleh pemerintah dapat menanggulangi keberadaan perokok. Akan tetapi karena nilai cukai yang ditawarkan produsen rokok mencapai 9 trilyun.
• Kata – kata ini terkesan kurang optimal.
“Dia kan orang miskin? Ga pantes buat kamu”
Berarti :
• Yang mengucapkan itu ”tidak suka orang kere ?!!!”
• Mitra bicara orang itu pun ”dipaksa” menerima asumsi pembicara bahwa ”tertuduh” adalah sosok ”begundal” atau ”gelandangan”
• Yang mengucapkan juga tidak akan merestui kalau anak atau saudaranya menikah dengan ”orang kere”
• Itulah sekilas makna di balik sebuah pilihan kata
“Kita ? Elo aja kalee’, gua sih enggak!”
(trus dilanjutkan dg siul-siul)
Maknanya:
• Jangan berharap bisa bergabung dengan lawan bicara seperti ini apalagi kalau dia sudah mengeluarkan statement di atas !
• Mungkin si pembicara adalah sosok yang gensinya gedhe buanget.
Kalau Cinta Laura sedang berkata:
“Udah ujhan, bechek, ga ada ojhek…”
• Maka diksi itu pun akan menjadi sebuah sensasi yang luar biasa.
Contoh lain :
• Dalam dunia Broadcasting, tidak ada seorangpun yang mampu dengan jelas mendengar sebuah kalimat yang terdiri lebih dari 20 kata
• So, naskah siaran dan berita yang kita buat harus ringkas dan ramping – KISS (Keep It Short and Simple).
• Sebelum menulis kita memikirkan gagasan atau ide secara utuh. Teknisnya, mulailah dengan membuat catatan ide, ketahui dan pahami cerita dan peristiwanya, pikirkan, katakan dan tuliskan.
• Pada saat memikirkan ide tulisan, kita dpt membayangkan seperti akan bercerita kepada seseorang yang kita kenal yang sedang berada di hadapan kita. Sampaikanlah sesuatu yang akan kita ceritakan dan tuliskan persis seperti kita bercerita.
Tips-tips :
• ”Ringkaslah kalimat yang akan disampaikan, jangan boros kata2”
Bukan: Menteri keuangan menyatakan akibat dari langkah tersebut ialah akan meningkatnya kondisi keuangan sektor swasta dan memberikan peningkatan terhadap kepercayaan bisnis dan masyarakat secara umum
Tetapi: Menteri keuangan mengatakan, langkah-langkah itu akan membantu keuangan sektor swasta
• ”Hindari pengulangan kata yang tidak perlu”
contoh: rencana yang akan datang, alasannya karena, ramai berbondong-bondong, maju ke depan, mundur ke belakang, peristiwa lalu yang telah dilewati dan sebagainya.
• ”Hindari penggunaan anak kalimat
Bahasa radio adalah bahasa tutur sehari-hari. Dalam berbicara, kita jarang menggunakan anak kalimat. Jika menemukan anak kalimat, pecahlah menjadi beberapa kalimat. Semakin sederhana struktur kalimat, akan semakin baik”.
Bukan: Rumania yang gaungnya mulai tenggelam sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, siap mengalahkan tim manapun di Euro 2008 ini.
Tetapi: Sejak ditinggalkan Gheorge Hagi, gaung Rumania seperti tenggelam. Namun, Rumania tetap bertekad mengalahkan tim manapun di Euro 2008 ini.
• “Hindari mendahulukan kata kerja”
Bukan: Menuntut presiden SBY membubarkan Ahmadiyah, demonstran dalam gelombang besar berunjuk rasa di depan Istana Negara.
Tetapi: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut pembubaran Ahmadiyah.
• “Jangan menempatkan ‘kata kerja penting’ di akhir kalimat, karena pembaca berita biasanya menurunkan suaranya di akhir kalimat. Jika hal ini terjadi, makna kata kunci tadi akan hilang”.
Bukan: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut Ahmadiyah dibubarkan.
Tetapi: Demonstran berunjuk rasa di depan Istana Negara, menuntut pembubaran Ahmadiyah.
     





















BAB II
GAYA BAHASA

A. Pengertian
      Gaya bahasa atau majas adalah cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau lisan. Kekhasan dari gaya bahasa ini terletak pada pemilihan kata-katanya yang tidak secara langsung menyatakan makna yang sebenarnya.

B. Ragam Gaya Bahasa
      Beberapa ragam  majas dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Gaya bahasa perbandingan, terdiri dari: Metafora, personifikasi, asosiasi, alegori, parable, metonomia, litotes, sinekdopke (dibagi menjadi 2, pares pro toto dan totem pro tate), eupisme, hiperbola, alusio, antonomasia, perifrase, simile, sinestesia, aptronim, hipokorisme, dipersonifikasi, disfemisme, fabel, eponym, dan simbolik.
b. Gaya bahasa sindiran, terdiri dari: Ironi, sinisme, sarkasme, innuendo, dan satire.
c. Gaya bahasa penegasan, terdiri dari: Pleonasme, repetisi, paralelisme, klimaks, anti-klimaks, inversi, elepsi, retoris, koreksio, asimdeton, polisindeton, interupsi, eksklamasio, enumerasio, preterito, apofagis, pararima, aliterasi, tautologi, sigmatisme, antanaklasis, alonim, kolokasi, silepsis, dan zeugma.
d. Gaya bahasa pertentangan, terdiri dari: Paradoks, oksimoron, antithesis, kontradiksio interminis, anakronisme.
I. Gaya bahasa perbandingan
1. Metafora
Adalah majas yang memperbandingkan suatu benda dengan benda lain. Kedua benda yang diperbandingkan itu mempunyai sifat yang sama. Contoh-contoh:
- Dewi malam telah keluar dari peradaannya (dewi malam = bulan)
- Mereka telah menjadi sampah masyarakat (sampah masyarakat = manusia-manusia yang takberguna dalam masyarakat)
- Semangatnya berkobar-kobar untuk meneruskan perjuangannya (berkobar-kobar = semangat yang hebat diumpamakan dengan nyala api).
2. Personifikasi
Adalah majas yang menerapakan sifat-sifat manusia terhadap benda mati. Contoh-contoh:
- Saat ku melihat rembulan, dia seperti tersenyum kepadaku seakan-akan aku merayunya.
- Badai menderu-deru.
- Lautan mengamuk.
- Hatinya berkata bahwa perbuatan ini tak boleh dilakukannya.
- Angin melambai-lambai.
- Deru ombak memanggil-manggil para pemuda harapan bangsa.
3. Asosiasi
Gaya bahasa ini memberikan perbandingan terhadap sesuatu benda yang sudah disebutkan. Perbandingan itu menimbulkan asosiasi terhadap banda sehingga gambaran tentang benda atau hal yang disebutkan itu menjadi lebih jelas. Contoh-contoh:
- Semangatnya keras bagai baja.
- Pikirannya kusut bagai benang dilanda ayam.
- Suaranya merdu bagai buluh perindu.
4. Metonomia
Apabila sepatah kata atau sebuah nama yang berasosiasi dengan suatu benda dipakai untuk menggantikan benda yang dimaksud. Contoh-contoh:
- Ayah selalu mengisap Djarum Super (Djarum Super adalah merk rokok). Mengisap Djarum Super artinya mengisap rokok merk Djarum Super.
- Pak guru mengendarai Kijang (Kijang adalah jenis mobil). Mengendarai Kijang artinya mengendarai mobil jenis Kijang.
- Ayah mengendarai Vespa (Vespa adalah merk skuter). Mengendarai Vespa artinya mengendarai skuter merk Vespa.
5. Litotes
Apabila kita menggunakan kata yang berlawanan artinya dengan yang dimaksud dengan merendahkan diri terhadap orang yang berbicara. Contoh-contoh:
- Sekali-kali datanglah ke gubuk reyotku.
- Wanita itu parasnya tidak jelek.
- Akan kutunggu engkau di bilikku yang kumuh di desa.
6. Hiperbola
Adalah sepatah kata yang diganti dengan kata lain yang memberikan pengertian lebih hebat dapipada kata lain. Contoh-contoh:
- Harga-harga sudah meroket.
- Ketika mendengar berita itu, mereka terkejut setengah mati.
7. Antonomasia
Majas perbandingan yang menyebutkan sesuatu bukan dengan nama asli dari benda tersebut, melainkan dari salah satu sifat benda tersebut. Contoh-contoh:
- Hei Jangkung!
- Si Pintar
- Si Gemuk
- Si Kurus
II. Gaya Bahasa Sindiran
1. Ironi
Ialah salah satu majas sindiran yang dikatakan sebaliknya dari apa yang sebenarnya dengan maksud menyindir orang dan diungkapkan secara halus. Contoh-contoh:
- Hambur-hamburkan terus uangmu itu agar bias menjadi jutawan.
- Kota Bandung sangatlah indah dengan sampah-sampahnya.
2. Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang terkasar dimana memaki orang dengan kata-kata kasar dan tak sopan. Contoh:
- Soal semudah ini saja tidak bisa dikerjakan. Goblok kau!
III. Gaya Bahasa Penegasan
1. Pleonasme
Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan. Contoh-contoh:
- Dia turun ke bawah => Dia turun
- Dia naik ke atas => Dia naik
2. Paralelisme
Pengulangan kata-kata untuk menegaskan yang terdapat pada puisi. Bila kata yang diulang pada awal kalimat dinamakan anaphora, dan jika terdapat pada akhir kalimat dinamakan evipora. Contoh-contoh:
- Kau berkertas putih
Kau bertinta hitam
Kau beratus halaman
Kau bersampul rapi.
3. Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan sisipan di tengah-tengah kalimat pokok, denagn maksud untuk menjelaskan sesuatu dalam kalimat tersebut. Contoh:
- Tiba-tiba Ia-kekasih itu- direbut oleh perempuan lain.
4. Retoris
Gaya bahasa penegasan ini mempergunakan kalimat Tanya-tak-bertanya. Sering menyatakan kesangsian atau bersifat mengejek. Contoh-contoh:
- Mana mungkin orang mati hidup lagi?!
- Inikah yang kau namai bekerja?!
5. Koreksio
Dipakai untuk membetulkan kembali apa yang salah diucapkan baik yang disengaja maupun tidak. Contoh-contoh:
- Dia adikku! Eh, bukan, dia kakakku!
- Gedung Sate di Kota Jakarta. Eh, bukan, Gedung Sate berada di Kota Bandung.

6. Asimdeton
Beberapa hal keadaan atau benda disebutkan berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung. Contoh:
- Meja, kursi, lemari ditangkubkan dalam kamar itu.
IV. Gaya Bahasa Pertentangan
1. Paradoks
Majas ini terlihat seolah-olah ada pertentangan. Contoh:
- Gajinya besar, tapi hidupnya melarat.
Artinya, uang cukup, tetapi jiwanya menderita.
2. Antitesis
Majas pertentangan yang menggunakan paduan kata yang berlawanan arti. Contoh:
- Tua muda, besar kecil, semuanya hadir di tempat itu.
3. Kontradiksio Interminis
Yaitu majas yang memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang sudahdikatakan semula. Apa yang sudah dikatakan, disangkal lagi oleh ucapan kemudian. Contoh:
- Semuanya sudah hadir, kecuali Si Amir.
Kalau masih ada yang belum hadir, mengapa dikatakan “semua” sudah hadir.